Pesisir Barat|Prokontra.news| - Di tengah geliat pembangunan yang kerap dibanggakan pemerintah, sebuah video mengoyak hati warganet. Terlihat puluhan warga Desa Way Haru, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, bergantian menandu seorang pria sakit melintasi rute ekstrem selama enam jam menyusuri hutan, jalan berlumpur, menyebrangi sungai berarus deras, dan melewati garis pantai dengan ombak besar.
Pria tersebut adalah Rudi Meilano, Kepala Desa Pekon Bandar Dalam, yang harus segera mendapatkan penanganan medis. Namun karena tidak adanya akses jalan yang bisa dilalui ambulans, warga terpaksa menggotongnya sejauh 15 kilometer menggunakan tandu darurat dari bambu dan kain sarung, pada Jum'at (18/5/2025).
“Tak ada pilihan lain selain menandu beliau. Kalau menunggu bantuan, bisa-bisa nyawanya tidak tertolong,” ujar salah satu warga yang ikut dalam perjalanan.
Melawan Alam Demi Bertahan Hidup. Perjalanan panjang ini tak hanya menguras tenaga, tapi juga mempertaruhkan nyawa. Mereka harus melewati lima muara sungai yang dalam dan berarus deras. Kadang, karena jalur darat terlalu ekstrem, warga bahkan terpaksa melintasi laut , menyusuri ombak besar selama berjam-jam demi sampai ke puskesmas.
Menurut Kepala Puskesmas Bangkunat Belimbing, Maria Susanti, kondisi ini sudah berlangsung selama puluhan tahun. “Ada empat desa yang terisolir total: Way Haru, Bandar Dalam, Siring Gading, dan Way Tias. Mereka bukan hanya tidak punya akses jalan, tapi juga tidak punya listrik maupun jaringan internet,” jelasnya.
Pembangunan Infrastruktur Terhalang Izin Kawasan Hutan. Pembangunan jalan menuju daerah ini sudah lama direncanakan, namun selalu terbentur oleh status kawasan hutan yang masuk wilayah konservasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Pemerintah daerah sudah berulang kali mengajukan izin pembangunan, namun hingga kini belum ada lampu hijau dari pemerintah pusat maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Ketua DPRD Pesisir Barat, Muhamad Emir Lil Ardi, menyampaikan kekecewaannya terhadap lambannya respon dari pemerintah pusat, “Way Haru adalah bagian dari Republik Indonesia. Sudah 79 tahun merdeka, tapi kemerdekaan belum benar-benar hadir bagi mereka yang hidup di wilayah enclave seperti ini,” tegas Emir.
Janji Pembangunan yang Tak Kunjung Nyata Tragedi seperti ini bukan yang pertama, dan kemungkinan besar bukan yang terakhir. Sudah berkali-kali warga Way Haru harus bertaruh nyawa demi membawa orang sakit ke fasilitas kesehatan. Sementara janji-janji pembangunan dari pemerintah masih sebatas wacana dan dokumentasi seremonial.
Di saat pemerintah sibuk membanggakan kemajuan infrastruktur dan digitalisasi, ada ribuan warga di Pesisir Barat yang harus berjalan kaki enam jam menembus hutan hanya untuk menyelamatkan satu nyawa. Ada kepala desa yang harus ditandu karena akses jalan menuju puskesmas tak lebih dari jalur penderitaan.
Sebuah Pengingat Kisah Rudi Meilano bukan sekadar berita viral. Ini adalah cermin bahwa keadilan sosial belum merata. Bahwa di sudut-sudut negeri ini, masih banyak saudara kita yang belum merasakan hak dasar sebagai warga negara: akses kesehatan, pendidikan, listrik, dan bahkan jalan setapak yang layak.
Way Haru dan desa-desa sekitarnya tidak butuh belas kasihan. Mereka butuh keberpihakan nyata dari negara yang mereka cintai dan bela sejak awal kemerdekaan.
Pengirim berita :
(Agus sanjaya)