Breaking news

Minggu, 02 Maret 2025

Pendapat Hukum : Hibah Tanpa SK Bupati Mengapa Bisa Terjadi ?

 


Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba 


Tulang Bawang Barat|Prokontra.news|- Hibah tanpa SK Bupati menjadi isu yang hangat di awal bulan puasa ramadhan 1446 H khususnya yang terjadi di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Sebuah berita harian online (AlexaNews:ID, 2 Maret, 2025) memberikan judul berita “ BPK Bongkar Hibah Bermasalah Pemkab Tubaba ! Duit Miliaran Ngalir Ke Polres Dan Kejaksaan “. Tentu sangat menarik untuk kita simak bersama mengapa sampai terjadi pemberian hibah tanpa SK Bupati dan itu diberikan oleh institusi penegak hukum yang merupakan pilar utama penegakan hukum.


Pengertian umum tentang hibah selalu merujuk pada definisi sebuah pemberian atau penyerahan hak atau benda kepada pihak lain tanpa meminta imbalan atau kompensasi. Dalam konteks hukum formil hibah diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Undang – Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.Pengertian hibah dalam pasal 1666 KUHPerdata memberi makna suatu perjanjian dengan mana salah satu pihak (penyumbang) menyerahkan sesuatu kepada pihak lain (penerima) dengan Cuma – Cuma. 


Sedangkan hibah dalam pengertian Undang – Undang No.23 Tahun 2014 merujuk pasal 55 ayat (1) memberi makna hibah adalah pemberian uang, jasa Pemerintah Daerah kepada pihak lain yang tidak memerlukan imbalan atau kompensasi. Pada dasarnya menyangkut hibah diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No.90 Tahun 2010 Pasal 34 ayat (I) dan (2) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 Pasal 15 ayat (1) dan (2). Semua itu menyangkut tentang tata cara pemberian hibah oleh Pemda.


Pemberian hibah dari Pemda dapat diberikan kepada lembaga Non Government ( Lembaga Sosial Masyarakat ) maupun Government - Vertikal (Kepolisian – Kejaksaan). Mekanisme untuk mendapatkan hibah dari unsur Non Government (Lembaga Sosial Masyarakat) tentu saja harus memiliki persyaratan formil yang harus dipenuhi. Pertama, Lembaga atau organisasi yang sah. Artinya bahwa lembaga atau organisasi harus terdaftar secara resmi setidaknya terdaftar Kesbangpol. Kedua, Penerima hibah memiliki tujuan yang jelas. Artinya untuk apa digunakannya dana hibah tersebut. Ketiga, penerima hibah harus memiliki rencana anggaran yang jelas atau program kerja yang sistemik.


Sedangkan untuk penerima hibah dari unsur Government – vertikal (Kepolisian – Kejaksaan) tidaklah jauh berbeda dari Non Government (Lembaga Sosial Masyarakat). Semuanya baik Non Government (Lembaga Sosial Kemasyarakatan dan Government – Vertikal (Kepolisian -Kejaksaan) sebelum menerima hibah tentunya pertama harus melalui proses pengajuan proposal terlebih dahulu ( Memuat tujuan,rencana anggaran,jadwal pelaksanaan kegiatan ), kedua mengisi formulir pengajuan hibah, ketiga tentunya melampirkan dokumen pendukung lainnya (akte pendirian,NPWP, dan lain – lain ).


Setelah itu berlanjut pada proses seleksi yang terdiri dari evaluasi proposal, verifikasi dokumen dan dilanjutkan wawancara. Tahapan yang paling akhir tentunya adalah proses pencairan dana. Dalam proses ini setidaknya ada beberapa tahapan. Pertama pengesahan proposal (Pemda akan mengesahkan proposal yang telah disetujui ). Kedua penerbitan surat keputusan atau SK. (Pemda akan menerbitkan SK yang memuat tentang ketentuan pemberian hibah. SK dikeluarkan oleh Bupati / Pj Bupati). Ketiga tentunya pencairan dana ( Pemda akan melakukan pencairan dana hibah kepada penerima hibah).


Setelah penerima hibah atau dana diterima maka Pemda memiliki tanggung jawab selanjutnya yakni pertanggung jawaban. Penerima hibah harus melaporkan kemajuan kegiatan yang didanai oleh dana hibah. Laporan keuangan yang disampaikan oleh penerima. Selanjutnya Pemda memiliki hak evaluasi terhadap dana hibah.


Mengapa? SK Bupati sangat penting dalam masalah hibah. Jawaban tentu merupakan amanah yang bersumber pada hukum. Dasar hukumnya jelas seperti disebutkan diatas yakni, Undang – Undang No.23 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah No.90 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006. Dengan kewajiban hibah adanya SK Bupati tentu memiliki alasan.


Pertama Bupati memiliki kewenangan dalam pengelolaan keuangan Pemda. Kedua adanya akuntabilitas. SK Bupati menunjukan sebuah dokumen resmi yang dapat dijadikan bukti bahwa pengeluaran keuangan (hibah) dikelola dengan resmi dan tanggung jawab. Ketiga adanya SK Bupati tentu saja adanya ketertiban administrasi keuangan. Tujuannya menghindari kesalahpahaman dalam penyalahgunaan wewenang.


Argumentasi hukumnya sangat jelas bahwa pemberian hibah tanpa melalui SK Bupati (Pj Bupati) merupakan perbuatan ilegal melanggar hukum. Pemberian hibah tentu saja tidak sah diberikan kepada penerima hibah. Inilah yang pada akhirnya menjadi penemuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) pada tahun anggaran 2022 sebagaimana rilis media online AlexaNews:ID.


Dengan perincian Polres Tulang Bawang Barat Rp. 350 juta dari Dinas Perhubungan, Kejaksaan Negeri Tulang Bawang Barat Rp.590,53 juta dari Sekretariat Daerah, Saber Pungli Polres Tulang Bawang Barat Rp. 100 juta dari Inspektorat Tulang Bawang Barat dan PMI (Palang Merah Indonesia) Rp. 100 juta dari Dinas Kesehatan.


Menariknya dari rilis yang sama (AlexaNews:ID) BPK menemukan total keseluruhan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) memberi Instansi Vertikal – Polres Tulang Bawang Barat Rp. 5,2 miliar, Kejaksaan Negeri Tulang Bawang Barat Rp. 1.56 miliar, KONI Tulang Bawang Barat 513,3 miliar.


Sanksi administratif atau hukum jika hibah dilakukan tanpa SK Bupati. Sanksi Administratif Pertama pembatalan hibah, Kedua Pengembalian dana hibah, Ketiga pemberhentian pejabat.


Sedangkan sanksi hukum. Pasal 55 ayat (3) Undang – Undang No.23 Tahun 2014 berbunyi Pejabat yang melakukan hibah tanpa SK Bupati dapat dikenakan sanksi PIDANA berupa penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000. Kedua Pasal 2 ayat (1 ) Undang – Undang 31 Tahun 1999 (Undang – Undang No.20 Tahun 2001). Berbunyi pejabat yang melakukan hibah tanpa SK Bupati dapat dikenakan sanksi PIDANA berupa penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 250.000.000.


Jika merujuk pada kewenangan pemberian hibah adalah kewenangan Bupati menurut undang – undang dan peraturan pemerintah. Sekali lagi pada penemuan BPK tentang hibah pada tahun 2022 tanpa SK Bupati siapa Bupatinya saat itu. Apakah Umar Ahmad atau Pj. Bupati Zaidirina..? Dan mengapa bisa terjadi ? 

(Red)