Penulis :
Ahmad Basri
Ketua ; K3PP Tubaba
Tulang Bawang Barat|Prokontra.news|- Beberapa hari ini kembali mencuat kepermukaan adanya dugaan ijazah palsu salah seorang oknum anggota dewan dari salah satu partai politik terbesar dan sekaligus pemenang pemilu legislatif di Kabupaten Tubaba. Mencuatnya dugaan ijazah palsu tentu memberikan gambaran bahwa belum ada penyelesaian secara komprehensif yang otentik yang bisa dipertanggung jawabkan.
Seharusnya, minimal pengurus partai politik dimana oknum tersebut bernaung memberikan penjelasan. Sayangnya hal ini tidak dilakukannya cenderung malah menutup diri seolah olah persoalan sudah selesai. Menyangkut masalah dugaan ijazah palsu memang tidak bisa dibiarkan harus ada penyelesaian karena akan mencoreng dunia pendidikan.
Setidaknya bagi yang bersangkutan akan terus tersandera oleh berbagai macam pemberitaan. Hilang sebentar akan muncul kembali dan seterusnya dengan media yang berbeda. Dari segi hukum pun penggunaan ijazah palsu merupakan bentuk pelanggaran ranah hukum pidana yang tidak bisa ditolerir.
Pertama, dalam KUHP pasal 263 membuat atau memalsukan surat - surat ( Ijazah ) dengan tujuan untuk digunakan bukti palsu diancam pidana paling lama 6 tahun. Kedua, pasal 264 menggunakan surat - surat palsu ( Ijazah ) sebagai bukti diancam penjara paling lama 4 tahun. Ketiga, pasal 266 membuat atau memalsukan surat - surat untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain diancam diancam pidana penjara paling lama 5 tahun.
Sebenarnya sederhana sekali untuk menyelesaikan kasus dugaan ijazah palsu apalagi yang bersangkutan sudah menjadi atau duduk sebagai wakil rakyat / legislatif. Dalam konteks pengawasan dewan memiliki tugas salah satunya dalam hal penyelidikan ( Inguiri ) baik eksternal maupun internal. Lakukan saja tugas penyelidikan internal didalamnya ada anggota yang diduga menggunakan ijazah palsu.
Bentuk team kecil khusus untuk melakukan penyelidikan tentang dugaan ijazah palsu. Panggil yang bersangkutan secara kelembagaan. Hasil penyelidikan setidaknya ada dua kesimpulan. Pertama, tidak ditemukan adanya dugaan ijazah palsu sebagai mana yang di tuduhkan. Kedua, ditemukan adanya dugaan ijazah palsu. Hasilnya tentu dibawa kedalam rapat untuk disampaikan ke BK ( Badan Kehormatan ). Masalah ijazah palsu akan banyak yang terlibat didalamnya jika benar itu terjadi.
Di dalam internal partai pun akan terkuak siapa yang melakukan atau mengkondisikan. Artinya, ketika proses pencalegkan tidak ada proses verifikasi ijazah secara benar, asal meloloskan oleh panitia penjaringan. Termasuk di dalam, di KPU tidak melakukan verifikasi faktual secara profesional sehingga bisa lolos. Tahapan ini sepertinya yang selalu menjadi awal bagaimana ijazah palsu itu bisa lolos. Menjadi problem ketika terpilih sebagai anggota dewan.
Bagi mereka yang ikut atau terlibat sehingga melahirkan ijazah palsu setidaknya pasal 266 bisa menjerat atas pelanggaran hukum pidana yang hukumannya paling 5 tahun. Tentu ini menjadi satu catatan bahwa keinginan " Nafsu " untuk menjadi anggota dewan masih ada yang berani melanggar aturan dengan melakukan segala salah satunya dengan ijazah palsu.
Sesungguhnya sudah banyak tak terhitung jumlahnya mereka yang terpilih sebagai anggota dewan berakhir dengan kesedihan dan diberhentikan dengan tidak hormat karena tersangkut ijazah palsu. Fenomena ijazah palsu atau gelar kesarjanaan palsu setidaknya telah mencoreng dunia pendidikan.
Betapa banyak lembaga pendidikan yang harus berurusan dengan hukum dan dicabut hak operasionalnya karena melakukan praktek kotor dengan melakukan "jual beli" ijazah. Ironisnya ditengah masyarakat masih banyak ditemukan dan berbangga dengan menggunakan gelar kesarjanaan palsu. Seharusnya malu menggunakan ijazah palsu gelar kesarjanaan palsu. Rasa malu ini yang setidaknya telah hilang. (Red)