Breaking news

Kamis, 09 Januari 2025

Banjir di Tubaba dan Peran Awak Media


Penulis :

Ahmad Basri 

Ketua : K3PP Tubaba 


Tulang Bawang Barat| Prokontra.news| - Bagi warga Jakarta misalkan yang namanya banjir sudah menjadi satu tradisi tahunan. Mereka sudah terbiasa dengan yang namanya banjir. Sehingga ketika turun hujan lebat atau musim hujan tiba sudah memiliki sikap apa yang harus diperbuat. Banjir di Jakarta tidak lagi menjadi sesuatu yang menghebohkan malah sebaliknya menjadi ladang meraih rezeki bagi sebagian orang.


Tapi itu Jakarta tentu sangat berbeda dengan di Tubaba. Hujan yang cukup deras lebih dari 3 jam telah mengakibatkan banjir dimana - mana. Mungkin inilah banjir yang terbesar yang melanda tubaba dalam beberapa tahun belakangan ini, sehingga berdampak pada berbagai macam aktivitas kegiatan sosial pendidikan masyarakat terhenti sejenak. Anak - anak yang seharusnya bersekolah karena hujan begitu lebat banyak tidak bisa bersekolah. Hal ini tentunya dapat dimaklumi.


Teori alam tentang hujan memang normatif semakin hujan itu lebat berjam - jam lamanya maka akan menimbulkan banjir disebabkan luapan air yang melimpah. Luapan air yang melimpah bisa jadi karena tidak adanya penampungan atau pembuangan yang mampu menyalurkan air secara maksimal. DAS ( Daerah Aliran Sungai ) bisa jadi telah mengalami penyempitan atau telah beralih fungsi. Inilah yang setidaknya menjadi salah satu pemicu banjir. Disisi lain banyak ditemukan pemukiman warga memang dekat dengan DAS ( Daerah Aliran Sungai ) wajar jika banjir melanda yang pertama adalah menjadi “ korban “.


Apa yang menarik dengan kehadiran eksekutif - legislatif di lokasi banjir yang sepertinya begitu “ merasa “ prihatin dengan musibah banjir. Bergerak cepat mendatangi lokasi musibah banjir untuk melihat kondisi keadaan yang sesungguhnya. Terlepas kedatangan mungkin sebatas formalitas semata agar tampak terlihat sikap kepeduliannya. Namun setidaknya minimal ada tanggung jawab moral untuk mencari solusi agar musibah banjir ketika hujan lebat tidak terulang kembali. Dan itu sepertinya sedang diagendakan oleh eksekutif legislatif.


Saat ini sedang mewabah fenomena meminjam istilah hukum “ No Viral No Justice “ yakni baru bersikap bergerak cepat karena adanya pemberitaan yang begitu masif di media sosial. Tanpa adanya pemberitaan “ No Viral Non Justice “ memang tidak melahirkan sikap kepedulian dan cenderung mengabaikan semua problem ( aspirasi ) yang ada di tengah masyarakat. Tanpa diviralkan terlebih dahulu perilaku eksekutif - legislatif kehilangan sense of crisis. Kehilangan sense of crisis inilah banyak program kebijakan pembangunan yang dibuat tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.


Pembangunan atau perbaikan jalan misalkan dalam hitungan hari sudah rusak tidak lagi bisa dinikmati oleh masyarakat dalam jangka panjang. Kerusakan jalan selalu beralasan karena faktor alam. Selalu berapologi membela diri dengan berselimut faktor alam itu yang dipertontonkan. Penemuan komisi 3 DPRD Tubaba beberapa waktu lalu menyangkut kerusakan jalan dan sudah di PHO sebelum waktu hal itu setidak mempertegas bahwa proyek pembangunan hanya untuk dinikmati oleh segelintir orang yang cenderung dekat dengan kekuasaan. Betapa banyak kerugian keuangan negara jika ditelisik lebih dalam lagi dengan cara model pembangunan seperti itu. 


Setidaknya dengan “ No Viral No Justice “ suka atau tidak sesungguhnya merupakan bentuk bahwa kehadiran atau peran media massa ( awak media ) menjadi sangat penting ditengah masyarakat untuk dapat ditangkap didengar oleh eksekutif - legislatif. Terlepas ada sebagian orang yang masih alergi negatif dengan awak media. Peran media massa menjadi penyambung suara masyarakat dengan menjadi viral kepekaan “ sense of crisis “ eksekutif - legislatif mata hati telinga terbuka lebar. Andaikan pemaknaan tanpa viral terlebih dahulu setidaknya suara aspirasi masyarakat menjadi “ keranjang sampah “ yang tidak berguna.


Mengapa harus viral terlebih dahulu oleh awak media baru aspirasi masyarakat mendapatkan perhatian khusus dari eksekutif - legislatif untuk menjadi konsep program pembangunan. Betapa banyak kegiatan legislatif misalkan berupa DL ( Dinas Luar ) atau reses namun tidak mampu menangkap apa yang sesungguhnya yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak ada output yang menghasilkan kebijakan program pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jangan - jangan selama ini kegiatan DL (Dinas Luar ) reses atau Hearing, hanyalah kegiatan formalistik semu semata tanpa ada eksekusi nyata. (Red)