Momentum pilkada tentu tidak bisa dilepaskan begitu saja, namun harus dijaga dan dikawal, agar proses pemilu berjalan sebagaimana yang kita harapkan, yakni menjadikan pilkada yang berkualitas. Pemilu, pilkada, tidak boleh hanya dimaknai sebatas ritual kegiatan lima tahunan. Atau hanya kegiatan administratif formalitas semata dalam kegiatan birokrasi pemerintahan.
Oleh karena itu rakyat, masyarakat, yang telah memiliki hak pilih dan terdaftar secara administratif, wajib untuk datang ke TPS tanpa boleh diwakilkan oleh orang lain. Tanpa boleh diwakilkan oleh orang lain mengandung makna di dalam salah satu asas pemilu - luber, langsung, umum, bebas dan rahasia. Asas luber menjadi kata kunci dalam pemilu ( pilkada ) selain makna terdalam jujur dan adil.
Itulah mengapa dalam pemilu, pilkada, masih ada yang belum menyadari, betapa pentingnya hak pilih itu dipergunakan sebaik mungkin. Tidak melaksanakan hak pilihnya, tidak datang langsung ke TPS, di hari pencoblosan pilkada, masih banyak kita temukan di tengah masyarakat. Tentu ini menjadi problem tersendiri bahwa setiap pemilu, pilkada fenomena seperti itu akan selalu ada.
Banyak faktor mengapa hak pilih sebagai hak politik sebagai warga negara tidak dipergunakan dalam pemilu, pilkada. Faktor yang paling banyak ditemukan dilapangan adanya politik intimidasi yang dilakukan oleh “ oknum “ yang tidak bertanggung jawab. Sehingga timbul rasa ketakutan untuk melaksanakan hak politik hak pilihnya. Tentu ini merupakan bentuk tindakan pidana satu bentuk kejahatan kriminal. Faktor lainnya melihat bahwa pemilu, pilkada, tidak banyak merubah keadaan lebih baik lagi.
Rasa ketakutan untuk tidak datang ke TPS untuk mencoblos, tidak boleh terjadi hanya adanya rasa ketakutan, ancaman, atau intimidasi, karena adanya perbedaan pandangan politik atas pilihan politik. Perbedaan pandangan politik, perbedaan pilihan politik, setidaknya harus ditempatkan dalam koridor demokrasi. Bahwa perbedaan pilihan politik, pandangan politik, sesungguhnya adalah keniscayaan yang tidak mungkin dihilangkan.
Dalam perspektif politik pilkada tubaba, yang melahirkan dua sumbu politik, calon tunggal dan kotak kosong, tentu segala macam bentuk pilihan politik, tidak dicederai oleh berbagai macam politik intimidasi. Sehingga rasa ketakutan akan melahirkan sikap apatisme masyarakat untuk melakukan golput. Tidak melaksanakan hak pilihnya untuk datang ke TPS.
Itulah mengapa relawan kotak kosong, dalam pilkada tubaba 2024, selalu melakukan pendidikan politik rakyat, membangun kesadaran politik rakyat, bahwa perubahan politik kepemimpinan, melahirkan pemimpin baru, hanya bisa terwujud dengan datang ke TPS dengan coblos kotak kosong.
Dan pendidikan politik konstitusional coblos kotak kosong merupakan cara untuk menuju perubahan yang diharapkan. Tidak boleh ada rasa ketakutan atau pemahaman yang salah bahwa coblos kotak kosong adalah bentuk ilegal. Coblos kotak kosong dilindungi oleh konstitusional Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2016. legalitas konstitusional ini yang setidaknya harus menjadi pegangan coblos kotak kosong.
Coblos kotak Kosong merupakan pintu gerbang menuju perubahan politik demokrasi yang sesungguhnya di tubaba. Artinya, jika kotak kosong menang dalam pilkada 2024, maka pilkada ulang akan dilaksanakan dalam tahun 2025. Ini menunjukan komitmen bersama, antara pemerintah ( kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Coblos Kotak Kosong merupakan pilihan politik “ harga mati “ jika ingin ada perubahan kepemimpinan, menghasilkan pemimpin baru. Mendatangi TPS di hari waktu pencoblosan dan tidak melakukan sikap pilihan golput, sesungguhnya merupakan wujud nyata, dari sikap pilihan komitmen untuk coblos kotak kosong.
Sumber Berita : 👇
( Ahmad Basri, Ketua Advokasi Dan Hukum, Relawan Kotak Kosong )