Tulang Bawang Barat|Prokontra.news|- Gema suara lantang tegakkan demokrasi, di tubaba hampir setiap saat terdengar. Suara itu menunjukan adanya kegelisahan yang sangat mendalam di tengah masyarakat, tentang kondisi politik hari ini . Adanya satu krisis legitimasi lahirnya calon tunggal.Suara - suara itu tidak lagi bisa dianggap sebuah suara sumbang yang bisa direndam atau dihentikan. Tidak cukup hanya dengan memberi bungkusan “ keripik atau minyak goreng “ lalu dapat dihentikan. Suara - suara itu akan terus menggema.
Suara kritis dialektik tegakkan demokrasi di tubaba ditengah masyarakat, memberi arti dan makna adanya sumbatan politik yang begitu kuat yang harus dilawan tidak bisa lagi didiamkan. Sumbatan politik itu setidaknya menjadi catatan bagi kita semua.
Menegakkan demokrasi memang harus dengan kata lawan ‘ fisik ‘ bersuara, dan tidak cukup hanya dengan sebatas berdo’a, maka semuanya akan selesai dengan sendirinya. Inilah simbol perlawanan rakyat tubaba hari ini tentang matinya demokrasi matinya suara rakyat.
Arti demokrasi sebenarnya satu diskursus politik yang sudah sering kita dengar. Dasar asumsi demokrasi adalah adanya kedaulatan politik ditangan rakyat, kendali kekuasaan ada ditangan rakyat. Itulah mengapa ada istilah suara rakyat adalah suara tuhan.
Suara - suara kritis “ tegakkan demokrasi “, menunjukan adanya krisis moral politik yang terjadi, khususnya dalam kontek pilkada tubaba yang melahirkan calon tunggal. Lahirnya calon tunggal dimaknai sebagai cara untuk melegitimasi kekuasaan untuk melanggengkan kekuasaan secara absolut.
Hegemoni kekuasaan politik yang dikendalikan oleh segelintir orang, mencerminkan, bahwa kehidupan demokrasi politik rakyat di tubaba telah mati. Matinya kehidupan politik di tubaba ditandai lahirnya calon tunggal dalam pilkada bukanlah tanpa alasan. Memiliki Alasan yang sangat mendasar.
Lahirnya calon tunggal yang berulang - ulang ( 2017 - 2024 ), telah mengandung makna bahwa, memang ada kekuatan tersembunyi yang bermain “ hegemoni “ politik ekonomi yang begitu kuat. Mengendalikan semua kehidupan partai politik sehingga partai politik tidak berdaya.
Tegakkan demokrasi dengan slogan kata lawan, menangkan kotak kosong, mempertegas simbol perlawanan tersebut. Seharusnya pilkada tubaba dapat dimaknai sebuah arena politik, dimana nilai - nilai demokrasi itu hidup. Jika hanya ada calon tunggal lalu nilai - nilai apa yang diharapkan untuk masyarakat tubaba.
Lahirnya calon tunggal dalam konsepsi pemikiran politik, tentang nilai - nilai demokrasi, sama sekali tidak mengandung sebuah pencerahan bagi masyarakat. Sebaliknya calon tunggal dimaknai sebuah bentuk simbol rekayasa politik. Tidak ada nilai pendidikan politik bagi masyarakat lahirnya calon tunggal.
Sekali lagi itulah makna hakekat dari perlawanan rakyat tubaba hari ini, bahwa kehidupan demokrasi harus ditegakkan dari kelumpuhan total. Tegakkan demokrasi, dengan coblos kotak kosong, dalam pilkada 27 november 2024, setidaknya merupakan cara untuk menyelamatkan nilai - nilai demokrasi.
Sumber : 👇
( Ahmad Basri, Juru Bicara - Ketua Advokasi dan Hukum, Relawan Kotak Kosong )