Breaking news

Sabtu, 18 Mei 2024

Etnosentrisme, Pilkada : Sebuah Penomena

Penulis :

Ahmad Basri

Ketua : K3PP Tubaba

Tulang Bawang Barat | Prokontra.news | - Dalam perspektif sosiologis antropologis dikenal dengan istilah etnosentrisme. Etnosentrisme satu paradigma pemikiran kebudayaan yang mempersepsikan bahwa kebudayaan sendiri lebih unggul atau lebih tinggi dari yang lainnya serta mengedepankan - memprioritaskan budaya sendiri dalam segala aspek interaksi sosial.


Paradigma etnosentris ( baca : sukuisme ) tumbuh dan berkembang dalam komunitas komunal kebudayaan yang cenderung tertutup dan monolitik. Faktor - faktor eksternal yang datang diluar cenderung ditolak daj diangap tidak sesuai. Paham etnosentris hanya percaya di dalam internal kebudayaan sendiri. 


Pola pikir etnosentris tumbuh dan berkembang pada struktur masyarakat yang masih tradisional. Proses modernisasi kebudayaan berpikir dan kebebasan berpikir tidak mengalami kemajuan cenderung berjalan stagnan. Kalaupun ada di dalamnya yang sedikit berbeda dianggap sesuatu yang aneh dan diangap menyimpang karna tidak sesuai dengan nilai - nilai keseragaman dan kebersamaan. Ada beberapa pandangan tentang etnosentrisme menurut pendapat paraahli.


Pertama, Taylor, Peplau dan Sears (2000) menurutnya etnosentrisme adalah suatu hal yang mengacu pada kepercayaan kelompok masyarakat bahwa kebudayaannya selalu lebih baik atau superior dari pada kebudayaan yang lainnya. Kedua, Harris (1985) etnosentrisme adalah kecenderungan seseorang yang menganggap bahwa kelompoknya lebih baik dibandingkan kelompok yang lain sehingga hal tersebut mendorong tindakan-tindakan yang tidak rasional. Ketiga, Salim Peter, etnosentrisme adalah sikap yang menganggap kebudayaan atau rasa sediri lebih baik dari yang lain.


Di dalam literatur ada beberapa faktor penyebab lahirnya etnosentrisme - fanistisme kebudayaan yang salah satunya adalah faktor politik. Diterangkan bahwa faktor politik dimaknai sebagai sebuah usaha legitimasi untuk mencapai kepentingan kekuasaan. Faktor politik memberi ruang terbuka sikap fanatisme itu lahir. Fanatisme melahirkan semangat identitas komunal kebudayaan bahwa kepemimpinan politik adalah yang terbaik dari kelompoknya.


Salah satu dampak yang ditimbulkan oleh paham etnosentrisme yakni dapat menurunkan perkembangan ilmu pengetahuan. Sebab, seorang individu tersebut akan lebih mengedepankan sisi subjektivitas dibandingkan dengan objektivitas dalam menilai sesuatu. Pola irasional ( subyektif ) lebih dominan dalam melihat apa yang menjadi tujuan pencapaian.


Dalam politik atau suasana menjelang pilkada baik untuk referensi pilihan gubernur / bupati kecenderungan atau fenomena etnosentrisme ditengah masyarakat tidak menutup mata akan menguat kepermukaan. Masing - masing calon dipersonifikasikan sebagai identitas kebudayaan. Calon yang diluar dari identdemokratisitas kebudayaan sering kali ditampikan sebagai sesuatu yang tak perlu mendapatkan dukungan.


Fenomena etnosentrisme kebanggaan yang berlebih - lebihan terhadap calon tentu akan menampikan nilai - nilai demokratis dimana kebebasan berpikir dan berpendapat menjadi sesuatu yang dianggap sebuah penghalang. Padahal hakekat pemilu sesungguhnya ( baca pilkada ) merupakan wadah atau tempat untuk menguji gagasan pemikiran seorang calon untuk dipilih sebagai pemimpin.Calon pemimpin itu harus diuji dengan dengan berbagai macam perspektif pemikiran kritis agar menghasilkan pemimpin yang sesungguhnya. (Red)